JOSE MOURINHO, SEJARAH INTER DALAM PELUKAN ITU

Pelatih asal Portugal berusia 54 tahun hari ini. Selamat ulang tahun Jose, dari kami semua di F.C. Internazionale

MILAN – "Saya bukan preman,” jawab Jose Mourinho menanggapi pertanyaan dalam konferensi pers pertamanya sebagai pelatih Inter. Semua hadirin tertawa.

Efek lucunya memang sulit diterjemahkan, tapi kalau Anda ingat bahwa Mourinho bisa bicara bahasa Italia dengan lancar meskipun baru saja tiba di negara itu, bahwa dia memilih istilah dialektis Milan yang agak kasar (pirla), bahwa dia menyertakan jeda yang teatrikal dengan ucapan tersebut, bibir mengerucut dan muka datar, tidaklah sulit untuk memahami mengapa dia langsung sukses di Inter.

Mourinho bagaikan angin segar. Sesuatu yang berbeda dengan kebiasaan Italia. Betul-betul unik.

Konferensi pers pertama itu akan menjadi yang pertama dari serangkaian pertemuan berkesan dengan media, saat dia memunculkan istilah-istilah baru, menyampaikan logika mendasar dan mengilhami ratusan kepala berita surat kabar.

Bersama dengan berbagai prestasi fenomenal yang dicapainya di lapangan, tidaklah berlebihan jika dikatakan pria Portugis ini mendefinisikan ulang seni kepelatihan. Atau setidak-tidaknya seni menjadi pelatih di abad ke-21 yang berorientasi media.

Ucapkan kata 'Mourinho' kepada seorang fan Inter, dan Anda akan memicu serentetan kenangan pribadi yang tak terlupakan, mulai dari konferensi pers pertama itu hingga kemenangan treble Inter dan perpisahannya, yang kebetulan berbarengan dengan hari paling membahagiakan dalam sejarah modern Nerazzurri, trofi Liga Champions 2019/10.

Salah satu kenangan paling menonjol dalam ingatan semua orang adalah pelukan yang disertai linangan air mata antara dia dan Marco Materazzi – satu orang lagi yang, seperti Mourinho, tidak pernah menganggap remeh sebuah kekalahan.

Putera dari seorang pelatih bersahaja yang tidak begitu beruntung – yang melatihnya saat bermain di Rio Ave Futebol Clube – Mourinho selalu menempatkan psikologi dan inovasi sebagai pusat dari filosofinya dalam melatih. Dia tahu persis bagaimana membalikkan keadaan menjadi sesuai dengan kemauannya, memberi pendengar potongan suara yang dia inginkan untuk didengar.

"Kami hanya bisa kalah dalam derby ini seandainya tim kami tersisa enam orang – dengan tujuh pemain, kami masih akan memenanginya.” Satu lagi kalimatnya yang terkenal, yang dilontarkan tanggal 24 Januari 2010 usai derby Milan yang dipersiapkan dengan sempurna dan didominasi total meskipun harus berlaga dengan sepuluh pemain – dan tinggal sembilan pemain di menit-menit terakhir.

Ini merupakan cara terbaik untuk menegaskan supremasi Inter di Serie A dan merayakan ulang tahunnya, yang datang 48 jam setelah gol-gol dari Diego Milito dan Goran Pandev.

Di usia 50-an sekarang, Mourinho menyadari kontribusinya pada permainan ini. Dan betapa banyak yang sudah dia terima darinya – terutama di sisi hitam dan biru kota Milan.

Dua gelar liga yang disertai dengan berbagai catatan rekor, mahkota Coppa Italia dan, tentunya, kemenangan di Liga Champions yang mewujudkan mimpi jutaan fans selain keluarga Moratti. Yang paling menonjol adalah Massimo, yang kemudian mengikuti jejak ayahnya, yang masa itu juga didampingi oleh pemimpin tangguh dalam diri Helenio Herrera.

Sejarah memang berulang, dan Mourinho adalah orang yang mewujudkannya di Inter. Seorang yang menikmati jeda dramatis sebelum menyampaikan pesan. Dan siapa yang peduli jika jeda tersebut harus menunggu 50 tahun.

Siapa yang peduli jika air mata yang ditumpahkannya di final tersebut mengungkapkan sisi lain yang lebih lembut dari kepribadiannya. Ini justru menjadikannya lebih manusiawi. Lebih Interista – yang, menurut pengakuannya sendiri, masih berlaku hingga sekarang.

Selamat ulang tahun yang ke-54, Jose.


 English version  Versión Española  日本語版  中文版  Versione Italiana 



Powered by

tags: mondo futbol
Muat lebih banyak