MILAN – Cedera di menit-menit terakhir pada salah satu rekan setim dan panggilan yang tak terduga mendorong Cristian Chivu masuk ke susunan pemain menjelang salah satu laga terpenting dalam sejarah Inter belum lama ini.
Nerazzurri tengah pemanasan untuk putaran kedua semifinal Liga Champions melawan Barcelona di Camp Nou tanggal 28 April 2010 saat Goran Pandev mengalami masalah otot. Jose Mourinho terpaksa mengubah rencana dan beralih ke 4-2-3-1, dan Chivu adalah pemain yang dipilih untuk mengisi posisi gelandang serang sayap kiri.
Pemain Rumania ini ternyata menjadi kunci dalam mahakarya taktis Mourinho – awalnya di posisi melebar sesuai dengan yang ditugaskan, kemudian, menyusul kartu merah Thiago Motta, pindah ke posisi gelandang bertahan. Di sana dia menyapu bola, bertarung, dan bermain habis-habisan. Inter yang bermain dengan sepuluh orang kalah, tapi tetap lolos berdasarkan jumlah gol: sebuah prestasi luar biasa bagi Nerazzurri, dan terutama bagi Cristian.
Kurang dari lima bulan sebelumnya, Chivu mengalami retak tulang tengkorak setelah bertabrakan dengan Sergio Pelissier saat laga melawan Chievo tanggal 6 Januari. Pemulihannya berjalan pelan dan lama – dengan bantuan staf medis Nerazzurri dan dukungan kuat dari rekan-rekan dan pelatihnya.
Dalam sebuah wawancara dengan La Repubblica, Chivu mengungkapkan bahwa beberapa hari setelah Inter merayakan keberhasilan di semifinal di Camp Nou, Mourinho membawanya ke sisi dan mengatakan: "Kamu tidak boleh bermain di dua pertandingan terakhir liga – saya membutuhkan kamu untuk laga final."
Demikianlah. Cristian hadir di sana – di posisi bek kiri seperti biasanya – pada malam penuh keajaiban di Santiago Bernabeu, dengan mengenakan pelindung kepala yang sudah dipakainya sejak pertandingan pertama melawan Livorno tanggal 24 Maret. Kemenangan di Madrid, mengangkat trofi Liga Champions tinggi-tinggi, merupakan puncak karier Cristian di Inter.
Chivu berusia 27 tahun saat itu dan dianggap salah satu pemain bertahan terbaik di Eropa saat dia bergabung dengan Inter tahun 2007. Dia sudah menempuh perjalanan panjang sejak mengawali karier satu dekade sebelumnya di klub lokal CSM Scolar Resita, tempat ayahnya Mircea pernah melatih.
Dia melakukan debutnya di liga utama Rumania bersama Resita pada usian 17 tahun sebelum pindah ke Universitatea Craiova setahun kemudian. Di sanalah, tahun 1999, dia membuat pencari bakat Ajax terkesan dengan kemampuan tekniknya dan kemampuan memimpin rekan-rekannya, baik dari posisi bek tengah maupun full-back.
Cristian langsung masuk tim inti di Ajax, dan pada tahun 2001 dia menjadi kapten termuda di klub tersebut, di usia baru 21 tahun.
Dia sudah menjadi benteng tangguh di tim nasional Rumania – dia membuat Luis Figo tidak berkutik di Euro 2000 – kemudian mengasah kemampuan bertahannya di Belanda di bawah bimbingan Ronald Koeman. Dia menjadi kapten Ajax saat meraih dua gelar domestik di musim 2001/02 dan membawa klub mencapai perempat final Liga Champions tahun 2003. Saat itu Roma merekrutnya.
Cristian langsung betah di Serie A dan membentuk kemitraan pertahanan yang tangguh bersama Walter Samuel, dan kemudian Philippe Mexes. Setelah tampil mengesankan selama empat tahun di ibukota, tawaran datang bertubi-tubi kepadanya, termasuk dari Real Madrid dan Barcelona, tapi setelah memenangkan Coppa Italia tahun 2007, dia memilih Inter. "Pilihan hidup," ujarnya saat meninggalkan Roma dan pindah ke Milan di bulan Juli tahun itu.
Selama tujuh tahun bersama Inter, Chivu sudah memenangkan segalanya: tiga gelar liga, dua gelar Coppa Italia, dua Piala Super Italia, satu gelar Liga Champions, dan satu gelar Piala Dunia Antar Klub.
Satu-satunya yang menghambatnya adalah cedera, bukan lawan. Dia mengalami masalah di kaki, dan di bulan Maret 2014, dia memutuskan untuk menyerah – sudah waktunya gantung sepatu.
Dia menyampaikan selamat berpisah melalui surat untuk berterima kasih kepada staf, rekan-rekan satu tim, dan para fans. Orang-orang yang sama dengan yang merayakan bersama dia – dan berkat dia – pada malam luar biasa itu di Barcelona.
Roberto Brambilla