MILAN - "Aku akan menuju tempat yang aku inginkan - di rumah, bersama orang-orangku," kata Diego Alberto Milito ketika ia mengucapkan kata perpisahan kepada Guardia Imperial di Racing Avellanada, salah satu dari sekian banyak klub yang jatuh cinta kepada sang striker mematikan ini sepanjang kariernya yang sarat dengan gol.
Il Principe - nama panggilannya di Inter - akhirnya menggantung sepatu pekan ini setelah pertandingan testimonial yang menampilkan beberapa mantan pemain Nerazzurri, termasuk wakil presiden Javier Zanetti dan ketua Inter Forever, Francesco Toldo. Laga ini menandakan akhir dari era seorang pemain istimewa yang unik dan tiada banding.
Namun, kekuatan Milito tidak hanya aspek teknis. Dia juga seorang striker yang menjunjung tinggi profesionalisme dan disiplin, dan mungkin karakter Argentina inilah yang telah memastikan legendanya tetap hidup di tribun Stadion Giuseppe Meazza.
Memang, ikatan antara Milito dan fans Inter tak pernah meredup selama tahun-tahun sejak kepergiannya dari klub. Sebaliknya, ikatan ini tetap lestari dan semakin kuat - kostum No.22 milik Milito yang tampak di San Siro setiap hari Minggu menjadi bukti yang kuat. Tidak mengherankan jika fans Nerazzurri tak pernah berhenti mengirimkan pesan tulus kepada Milito dalam beberapa hari terakhir.
Salah satu warisan terbesar Milito di Inter adalah penampilannya di laga derby melawan AC Milan, dan dengan semakin dekatnya laga persaingan abadi ini, menjadi waktu yang tepat bagi kita untuk mengingat kembali laga derby heroik Il Principe.
Perjuangan pribadi pemain asal Argentina ini melawan Rossoneri dimulai enam tahun lalu, pada tanggal 29 Agustus 2009. Inter pimpinan Jose Mourinho memimpin laga 1-0 dalam derby panas ketika Samuel Eto'o dilanggar di kotak penalti oleh Gennaro Gattuso. Milito maju untuk melakukan eksekusi dan memaksa Marco Storari melakukan penyelamatan sebelum melesakkan bola ke atap gawang. Milito merayakan golnya - dan San Siro pun membalasnya dengan sorakan riuh rendah.
Milito menyelesaikan laga dengan satu gol dan dua assist, saat Inter meraih kemenangan 4-0. Sejak saat itulah mentalitas Nerazzurri berubah. Mereka menjadi tim yang dewasa, bertekad bulat, dan menarik, seperti Il Principe.
Milito memiliki cara khusus dalam membaca permainan sepak bola. Pikirannya seperti satu langkah lebih maju dibandingkan yang lain, dia juga dapat berfokus melakukan hal sederhana - assist untuk Thiago Motta pada malam bulan Agustus di San Siro kembali muncul dalam ingatan.
Pengaturan waktunya yang sempurna memastikan kariernya di Inter dipenuhi dengan foto-foto yang tak mudah dilupakan - Milito merayakan kemenangan dengan latar belakang para pemain bertahan dengan wajah cemberut, seringkali berseragam merah dan hitam milik pesaing abadi Nerazzurri, mata mereka nanar menatap rumput lapangan.
Milito adalah mesin pencetak gol - itu sudah pasti. Tetapi ketika berhubungan dengan derby, ia akan berusaha lebih keras. Pada tanggal 24 Januari 2010, tembakan kaki kirinya memastikan kemenangan 2-0 Inter atas AC Milan, meniupkan kehidupan baru ke dalam musim yang tak terlupakan bagi tim pimpinan Mourinho.
Il Principe mencetak 30 gol dalam kampanye yang menciptakan kemenangan treble, perayaannya yang sederhana - namun dapat langsung dikenali - menjadi lambang dari kesuksesan Inter. Milito adalah pemain untuk laga-laga besar, mencetak gol di final Coppa Italia melawan Roma, penentuan juara liga di Siena, dan Final Champions melawan Bayern Munich.
Namun cerita Milito tidak berakhir dengan malam di Madrid itu. Ada kesempatan lain baginya untuk mengukirkan nama dalam buku sejarah derby Milan.
Momen itu terjadi pada tanggal 6 Mei 2012, saat Andrea Stramaccioni menjadi pelatih Nerazzurri. Di menit ke-14 babak pertama, Wesley Sneijder melepaskan tendangan bebas, Walter Samuel mengoper bola kepada Milito yang langsung menyambarnya untuk skor 1-0. Para penonton bersorak ramai, namun masih ada kelanjutannya.
Dua gol dari Zlatan Ibrahimovic membalikkan keadaan, namun Milito kembali maju melakukan eksekusi. Penaltinya di menit 52 menyamakan kedudukan untuk Inter, sebelum tendangan penalti lain di menit ke-78 memberinya kesempatan untuk membawa Nerazzurri lebih unggul. Dia tidak gentar - dan Inter akhirnya memenangkan derby dengan skor 4-2.
Pada tahun 2014, Milito kembali ke Racing di negara asalnya, namun cerita heroik derbynya belum selesai saat ia mencetak gol ketika melawan tim rival Independiente sebagai bagian dari kemenangan gelar Racing dalam kampanye 2014-15. Suatu prestasi yang fantastis bagi suatu klub yang sulit bangkit sebelum Milito kembali, membawa kembali profesionalisme, disiplin, dan gol ke tim ini.
Saat kita menantikan laga derby lainnya, hal ini perlu diingat. Karier bermain Milito mungkin telah berakhir, namun kenangan gol derbynya di San Siro - dan nyanyian puja-puji para pendukungnya - akan tetap hidup dalam kisah Nerazzurri selamanya.
Bruno Bottaro