PAOLO MANDELLI: KEHIDUPAN ANTARA INTER DAN SASSUOLO

Dari kemenangannya di Viareggio Cup sebagai pemain Nerazzuri sampai mengangkat trofi sebagai pelatih Neroverdi musim ini

MILAN – "Satu-satunya ketakutan yang saya ingat ketika kecil adalah bahwa saya akan mengalami cedera serius dan menghancurkan karier masa depan saya."

Lahir di Milan pada tahun 1967, Paolo Mandelli selalu yakin bahwa hidupnya pasti akan berakhir di sepakbola. Menjelang akhir dekade 1970-an, sebagaimana banyak anak seusianya, dia menghabiskan hari demi hari di kapel setempat. Di Milan inilah pemandu bakat Inter Rino Confalonieri melihatnya pada usia 11 tahun dan menarik perhatian klub.

Paolo menghabiskan hampir tujuh musim di akademi Nerazzurri, dan dia pun menemukan posisi terbaiknya sebagai penyerang sayap dan mengalami peningkatan konsisten. Dengan rambut pendek dan wajah cerah, Mandelli bertubuh pendek dan gemuk, sangat cepat, dan dianugerahi teknik yang membuat iri. Keberhasilannya menembus skuat Primavera asuhan Mariolino Corso dengan mantap merupakan kemajuan alami.

Namun, ketika Viareggio Cup 1986 diselenggarakan, Arcadio Venturi memegang Inter U19 karena Corso ditarik untuk menggantikan Ilario Castagner di tampuk tim utama. Primavera melenggang ke semi-final dan berhadapan dengan skuat Fiorentina yang diperkuat Roberto Baggio. Laga yang ketat ditentukan oleh Mandelli sendiri di menit ke-61 dan sang bintang yang tengah naik daun itu pun kemudian menjadi pencetak gol terbanyak turnamen bersama dengan pemain Genoa Roberto Simonetta.

Dua hari kemudian, Mandelli menjadi bagian dari tim yang menundukkan Sampdoria yang diperkuat Gianluca Pagliuca di final berkat penalti Andrea Zanuttig, memastikan kemenangan ketiga klub di kompetisi pemain muda terkenal tersebut.

Penampilan cemerlangnya di Viareggio Cup membuat Mandelli berhasil menembus tim utama. Debut seniornya terjadi pada tanggal 16 Maret 1986 kontra Napoli di Stadio San Paolo. Selama sepuluh menit lebih, dia bermain bersama nama-nama seperti Giuseppe Bergomi, Alessandro Altobelli, dan Diego Maradona.

Musim 1985/86 mengubah hidup Mandelli secara drastis dan mimpi seorang anak muda di sebuah kapel itu pun mulai menjadi kenyataan. Tanggal 21 Mei 1986, dia memasuki lapangan dari bangku cadangan di laga leg kedua perempat final Coppa Italia melawan Roma dan memperagakan sebuah aksi solo yang indah untuk mencetak gol pertamanya bagi Inter.

Ternyata itu juga golnya yang terakhir, karena Mandelli dipinjamkan ke Lazio pada musim panas sebelum dijual ke Sambenedettese tahun 1987. Dari sana, dia mengembara ke Messina, Reggiana, Monza dan Foggia, dan menetap selama empat musim. Dua musim yang pertama, di bawah bimbingan si eksentrik Zdenek Zeman, barangkali merupakan yang terbaik dalam kariernya. Tanggal 13 Desember 1992, dia mencetak gol ke gawang Juventus yang dilatih Giovanni Trapattoni dalam sebuah kemenangan 2-1 yang membuat penonton setempat di Stadio Pino Zaccheria merasa bagaikan di alam mimpi.

Setelah lima tahun di Modena menjelang akhir dekade 1990-an, Mandelli pindah ke Sassuolo di kasta keempat, dan mengakhiri karier bermainnya dan memulai karier sebagai pelatih. Dia melatih Neroverdi under-19 sejak 2003, sebuah lakon yang diinterupsi hanya oleh tiga laga di tahun 2010-11 ketika dia menerima jabatan caretaker manager untuk menghindari degradasi ke kasta ketiga. Setelah posisi Sassuolo di Serie B aman, Mandelli kembali ke akademi pemain muda dan terus membinanya dengan kerendahan hati dan kerja keras yang sama seperti ketika dia muda dulu.

Musim ini, dia menorehkan prestasi terbesar dalam karier kepelatihannya ketika dia membawa klub Emilia tersebut memenangkan gelar pertama mereka di Viareggio Cup tanggal 29 Maret, sehingga menjadi satu di antara segelintir orang yang telah memenangkannya baik sebagai pemain maupun pelatih. Dalam melakukannya, Mandelli harus menghadapi masa lalunya sendiri, mengalahkan Inter di perempat final melalui adu penalti, setelah imbang dengan Bologna, dengan Gianluca Pagliuca sebagai pelatih kiper, di babak penyisihan group.

Setelah pertandingan, Mandelli dan Pagliuca, yang saling berhadapan di final 1986, saling berpelukan dan mengenang masa lalu. Mengingat kembali petualangan indahnya 31 tahun yang lalu dengan seragam Nerazzurri, Paolo pun tak kuasa menyembunyikan senyum.

Davide Zanelli


 English version  日本語版  中文版  Versione Italiana 

tags: mondo futbol
Muat lebih banyak