MILAN – Beberapa hal dalam sepak bola tidak terelakkan. Ketika Lionel Messi merangsek masuk kotak penalti dan melepaskan tendangan dengan kaki kirinya yang ampuh, misalnya, niscaya bola akan bersarang di dalam gawang.
Para pendukung di Camp Nou pasti sudah melihatnya ratusan kali. Mereka sudah tahu akhir ceritanya. Bola akan melaju ke pojok bawah dan penonton siap merayakan gol. Namun kali ini, tanggal 28 April 2010, gol tidak tercipta. Bola dihadang sebuah tangan.
Tangan terbungkus sarung tangan itu adalah milik Julio Cesar. Tapi tangan itu tidak hanya berhasil menangkal Messi. Sang kiper terdorong oleh teriakan kagum penonton yang memicunya untuk menggapai dan menepis bola ke belakang sehingga menghasilkan sepak pojok. Para fans tersebut sudah terlalu lama menantikan trofi paling bergengsi untuk gagal sekarang. Julio Cesar memang berhasil mementahkan tendangan Messi, tapi saat dia kembali berdiri di lapangan Camp Nou, dia tahu dia tidak melakukannya seorang diri.
Keajaiban Camp Nou menjadi salah satu citra yang abadi dari kemenangan Inter di Liga Champions 2010. Ini adalah kenangan yang tidak akan pernah redup, seperi Julio Cesar sendiri, seorang kiper yang melakukan banyak sekali penyelamatan penting untuk Nerazzurri selama dia bermain di klub. Meskipun demikian, Juilo Cesar mengenakan kaus No. 12 – dulu merupakan jersey kiper cadangan – seolah mengingatkan orang bahwa banyak yang pada awalnya meragukan kemampuannya.
Julio Cesar berasal dari belahan bumi yang berbeda dan, yang terpenting bagi mereka yang meragukan, dia adalah orang Brazil. Walau begitu, meskipun selama ini memang ada beberapa kiper yang sangat buruk berasal dari negara Amerika Selatan itu, Brazil juga menghasilkan beberapa penjaga gawang terbaik dalam sepak bola: termasuk Gilmar dos Santos Neves, yang bermain untuk Santos selama era Pele dan membawa Brazil memenangi Piala Dunia pertama mereka tahun 1958. Seperti halnya Julio Cesar, kaki kiri Gilmar cukup bagus untuk memungkinkan dia menjadi pemain outfield – di bawah mistar, dia memberi ketenangan kepada rekan-rekannya satu tim dan para fans.
Julio Cesar jelas termasuk ke dalam jajaran kiper hebat. Kariernya bermula di usia sangat dini di Flamengo, tim dengan jumlah pendukung terbesar di Brazil. Julio Cesar dengan cepat jadi idola bagi pendukung Flamengo.
Intuisi telepatis Julio Cesar inilah yang mendorong Inter untuk membelinya. Namun Nerazzurri menyadari bahwa pemain muda Brazil ini harus melanjutkan periode magangnya di tempat lain sebelum bisa menggantikan Francesco Toldo yang luar biasa. Peminjaman ke Chievo diputuskan sebagai pilihan.
Di Verona, Julio Cesar – dengan kerendahan hati dan keinginan besar untuk belajar – mulai menyerap ilmu dari kiper nomor satu Luca Marchegiani. "Kami langsung terpukau oleh kemampuannya," ucap Marchegiani bertahun-tahun kemudian. "Gerakannya cepat dan dia mampu membaca permainan, yang berarti dia selalu berada di posisi yang tepat. Dia juga seorang kiper yang mahir akrobat dan bisa melakukan penyelamatan spektakuler. Hanya masalah waktu baginya."
Di akhir kesepakatan peminjaman, Julio Cesar kembali ke Inter dan memulai perjalanan yang kemudian berujung kejayaan. Masa pemain Brazil ini bersama Inter diwarnai sejumlah momen tak terlupakan: dua penyelamatan yang mementahkan tendangan Cafu dan disusul Clarence Seedorf di salah satu derby pertamanya di musim 2006/07, atau penyelamatan penalti Ronaldinho ketika Inter harus bermain dengan sembilan orang, atau penampilan gemilang selama perjalanan Inter di Liga Champions 2010, yang ditutup dengan sejumlah penyelamatan mengagumkan di laga final. Meskipun demikian, bagi banyak orang, aksi heroik dalam keajaiban Camp Nou masih tetap jadi momen terbaiknya.
Terima kasih untuk semuanya, Julio. Kau telah membuktikan bahwa seorang kiper Brazil yang mengenakan jersey No. 12 pun bisa menjawab tantangan. Tak seorang pun yang menyaksikan keberhasilan treble Inter akan pernah meragukanmu lagi.
Carlo Pizzigoni