ZENGA: "INTER ADALAH KLUB YANG MENJADI BAGIAN DARI HIDUP SAYA"

"Musim 1988/89 begitu menakjubkan, begitu juga dengan laga final melawan Salzburg," kata mantan penjaga gawang Inter kepada Inter Channel dalam progra

MILAN – Penjaga gawang legendaris Inter, Walter Zenga, menjadi narasumber pertama dalam seri baru program Memorabilia di Inter Channel, menyatakan kecintaannya kepada Nerazzurri dan mengingat kembali puncak kariernya bersama klub ini.

"Inter adalah klub yang menjadi bagian dari hidup saya. Saya cukup beruntung lahir di, mendukung, dan bermain untuk Nerazzurri, mengenakan seragam ini 473 kali," mulai Zenga.

"Saya berutang budi kepada pelatih pertama saya, Giannino Radaelli," lanjut Zenga. "Dia mengajari saya tentang rasa hormat dan sopan santun. Awalnya hal tersebut tidak mudah dipelajari, tetapi cepat atau lambat akan membuat Anda menyadari bahwa apa yang Anda lakukan bisa bermanfaat sepanjang hidup Anda."

Di tahun-tahun pertamanya, Zenga dipinjamkan oleh Inter ke beberapa tim di liga yang lebih rendah: "Pada tahun 1979, para pemain Primavera dipinjamkan. Saya mendapat telepon dan tak lama kemudian saya berada di markas klub dengan memegang tiket ke Salerno. Setelah itu, saya bermain di Savona dan kemudian San Benedetto del Tronto."

Setelah empat tahun jauh dari Inter, Zenga kembali dan dengan cepat menjadi pilihan pertama: "Saya seharusnya menjadi pilihan nomor dua Bordon, tetapi setelah beberapa kali bermain bagus, saya harus bermain di Coppa Italia dan Mundialito.

"Saya menjadi penjaga gawang pertama pada usia 23 tahun, di bawah pelatih Luigi Radice. Penampilan kami semakin baik setiap tahun, karena banyak dari kami berasal dari akademi muda - sendiri, Baresi, Bergomi, dan Ferri. Pada masa itu, klub hanya boleh memiliki sejumlah pemain asing saja, jadi sangat mudah bagi kami orang Italia merasa menjadi bagian penting dari klub. Waktu berubah, tentu saja, dan permainan ini mengalami banyak perubahan."

Musim 1988-1989 adalah salah satu musim yang paling mengesankan dalam karier Zenga di Inter.

"Karena adanya Olimpiade Seoul, berarti liga belum dimulai sampai bulan Oktober, dan kami tidak memulai dengan awal yang baik. Saya ingin keluar dari klub satu tahun sebelumnya, tetapi pada akhirnya saya memutuskan untuk tetap tinggal, tepat sebelum kekalahan 1-0 derby kami. Musim 1988/89 memang luar biasa - kami tidak kebobolan di 21 pertandingan dari 34 pertandingan. Saya memiliki beberapa pemain hebat sebagai rekan satu tim. Musim yang luar biasa, tidak seperti yang lainnya."

Zenga juga berbicara tentang kemenangan Piala UEFA tahun 1991, saat Inter mengalahkan Roma dan mencicipi keberhasilan di kompetisi Eropa untuk pertama kalinya sejak zaman La Grande Inter.

"Sudah lama sekali kami tidak menang. Itu musim lain ketika kami hanya kebobolan gol sangat sedikit. Kami merasa kami punya peluang untuk memenangkan piala. Saya ingat pertandingan pertama kami, melawan Rapid Vienna di lapangan netral di Verona: Saya melakukan dua penyelamatan menakjubkan di menit-menit terakhir agar kami tetap bertahan. Kami tahu kami bisa memenangkan piala."

Musim 1993/94 berbeda, ketika Nerazzurri memenangkan kembali Piala UEFA, tetapi merosot ke urutan 13 di Serie A.

"Kami ingin memenangkan setiap pertandingan tetapi akhirnya kami malah terlalu sering kalah," kenang Zenga. "Keadaan menjadi lebih baik di Piala UEFA daripada di Serie A. Saya ingat kemenangan besar melawan Dortmund, dua pertandingan melawan Cagliari dan laga final, ketika kami mengalahkan Salzburg. Kami benar-benar kesulitan bermain di liga dan harus berjuang untuk tidak tumbang."

Laga final melawan Salzburg menjadi perpisahan yang sempurna untuk Zenga: "Tak ada cara yang lebih baik sebagai ucapan perpisahan. Saya tahu Sampdoria berminat kepada saya - Mancini bahkan menelepon saya.

"Saya masih mengingatnya seperti baru terjadi kemarin. Saya masuk ke lapangan dan seluruh penonton di stadion mengelu-elukan nama saya. Itu memberi saya motivasi yang saya butuhkan untuk menunjukkan performa terbaik. Saya mengerahkan segala kemampuan saya - saya menjadi pemenang hari itu."

Sementara Zenga pindah ke Sampdoria, Gianluca Pagliuca sebaliknya masuk ke Inter.

"Penampilan saya semakin menurun saat itu dan Pagliuca adalah prospek muda. Saya tidak bisa menerimanya dengan baik - saya tidak suka itu harus terjadi. Namun akhirnya saya bisa memahami dan sebagai seorang pelatih, saya harus membuat keputusan yang sama. Anda harus menerima pengalaman negatif dan mengubahnya menjadi sesuatu yang positif."

Zenga saat ini menjadi pelatih Wolves di Inggris, setelah berhasil melatih di Sampdoria dan Red Star Belgrade sebelumnya. Namun karier manajerial Zenga dimulai di sisi lain dunia, yaitu di New England Revolution.

"Saya mengambil pengalaman berkarier di Amerika sebagai sebuah kesempatan. Saya berbicara dengan seorang rekan saya kemarin dan mengatakan bahwa saya harus lebih fokus pada kesempatan, bukan hanya kontrak. Saya melatih di Amerika Serikat selama dua bulan dan kemudian mulai bermain lagi.

"Pengalaman yang cukup sulit dalam hal bahasa dan budaya, tetapi mereka mengajarkan kepada saya untuk tidak iri kepada siapa pun dan membantu saya untuk memandang permasalahan dari sudut yang berbeda dari yang sebelumnya saya lakukan."

Terakhir, Zenga ditanya apakah suatu hari nanti ia mau menjadi manajer Inter.

"Saya pernah melatih tim Italia lain, tetapi pengalaman-pengalaman tersebut mungkin belum cukup untuk menempatkan saya dalam posisi yang dapat dipertimbangkan untuk menjadi manajer di Inter. Artinya, itu akan selalu ada dalam pikiran saya, meskipun menurut saya masa saya untuk itu sudah berlalu."


 English version  Versione Italiana 

Muat lebih banyak